Kematian Pabelan ternyata berbuntut panjang. Saat itu adalah saat perang dingin antara dua kekuatan besar di Jawa, yaitu Pajang dan Mataram. Kematian Pabelan dan dihukumnya Tumenggung Mayang membuat Panembahan Senapati, pemimpin tertinggi Mataram naik pitam. Walaupun Tumenggung Mayang adalah pejabat Keraton Pajang, namun isteri Tumenggung Mayang adalah saudara dari Panembahan Senapati.
Pajang dan Mataram yang semula perang dingin, peperangannya semakin mengemuka dan semakin frontal. Panembahan Senapati yang semula segan dan ragu-ragu untuk berperang dengan Sultan Hadiwijaya, ayah angkatnya, menjadi semakin punya alasan untuk menabuh genderang perang.
Mulanya Panembahan Senapati menyuruh prajurit pilihan untuk mencegat rombongan prajurit yang membawa Tumenggung Mayang. Rombongan prajurit bisa dikalahkan oleh prajurit pilihan Panembahan Senapati. Tumenggung Mayang diselamatkan dan dibawa menuju Mataram. Mengetahui hal itu, Sultan Hadiwijaya menganggap Panembahan Senapati sudah berani menentang Pajang. Sultan Hadiwijaya memutuskan perang dengan Mataram.
Secara spiritual, Panembahan Senapati didukung oleh Kanjeng Ratu Kidul. Kanjeng Ratu Kidul mengerahkan prajurit-prajurit tak kasat mata. Ketika perang Pajang dan Mataram berkecamuk, kedua pihak berperang di kaki Gunung Merapi. Dengan kekuatan dan kekuasaan spiritual Kanjeng Ratu Kidul, Gunung Merapi meletus. Awan panas yang keluar memporak-porandakan pesanggrahan pasukan Pajang. Pasukan Pajang mundur. Di saat perjalanan pulang ke keraton, Sultan Hadiwijaya jatuh sakit. Ada rumor bahwa sakitnya Sultan Hadiwijaya adalah pengaruh magis prajurit tak kasat mata abdi Kanjeng Ratu Kidul.
Sultan Hadiwijaya merasa wahyu keraton telah berpindah ke Mataram. Sebelum wafat, Sultan Hadiwijaya berpesan kepada semua ahli waris dan pembesar Pajang, agar tidak menaruh dendam kepada Panembahan Senapati. Keagungan Pajang sebagai penerus Demak telah akan tergantikan Mataram Islam.
Kabar wafatnya Sultan Hadiwijaya terdengar sampai ke Mataram. Panembahan Senapati sangat terpukul mendengar kematian ayah angkatnya.
Setelah Sultan Hadiwijaya wafat, sebagai putra mahkota Pajang, Pangeran Benawa, tidak mau dinobatkan menjadi Sultan Pajang. Arya Pangiri, sang Adipati Demak, yang hanya sebagai menantu, justru ditahbiskan menjadi Sultan Pajang.
Sebagai sultan yang baru, diluar dugaan, Arya Pangiri justru bertindak sewenang-wenang. Pejabat-pejabat kepercayaan Sultan Hadiwijaya satu persatu dilengser. Pangeran Benawa hanya diangkat sebagai Adipati Jipang (Blora saat ini).
Bahkan yang paling parah adalah Ibu Suri, permaisuri Sultan Hadiwijaya, dipenjara karena kritik-kritiknya yang sering membuat Arya Pangiri tidak nyaman.
Pangeran Benawa sangat tidak terima akan perlakuan saudara iparnya itu. Pangeran Benawa ingin membalas, tetapi Sang Pangeran menyadari bahwa kekuatannya belum cukup untuk menandingi Pajang. Oleh karena itu, Pangeran Benawa berkirim surat kepada Panembahan Senapati. Panembahan Senapati dan Pangeran Benawa sangat akrab sejak kecil. Mendengar saudaranya disakiti, Panembahan Senapati merasa punya alasan untuk berperang melawan Arya Pangiri. Dengan diiringi para prajurit, Panembahan Senapati datang ke Pajang. Setelah adu mulut antara Arya Pangiri dan Panembahan Senapati, perang tanding tidak terhindarkan. Dan perang tanding itu diakhiri dengan kekalahan Arya Pangiri. Arya Pangiri dihukum, dan Pangeran Benawa dinobatkan menjadi sultan di Pajang. Perseteruan yang cukup panjang antara Pajang dan Mataram diakhiri dengan perdamaian. Kedua kerajaan itu saling menghormati kedaulatan negara masing-masing.
No comments:
Post a Comment