Nama Pabelan tentu saja tidak asing bagi sebagian orang. Pabelan tidak jarang dijadikan nama jalan di suatu daerah. Kalau nama pahlawan yang sering dijadikan nama jalan seperti Sukarno, Sudirman, Diponegoro, tentu keterlaluan sekali jika warga negara Indonesia tidak mengetahui siapa mereka, tapi jika Pabelan? Mungkin jarang yang tahu.
Pabelan adalah seorang pemuda berdarah bangsawan pada zaman kerajaan Pajang dan Mataram Islam. Pabelan adalah putra dari Tumenggung Mayang, seorang nayaka praja (pejabat) Keraton Pajang. Oleh karena, putra seorang nayaka praja, dari lahir Pabelan bergelar raden. Raden Pabelan adalah seorang 'playboy' pada zamannya. Bermodalkan wajah yang rupawan dan kepiawaian dalam bersyair sudah cukup bagi Raden Pabelan sebagai modal untuk menggaet dan meluluhkan hati wanita kala itu. Bukan hanya gadis-gadis desa yang jadi mangsanya, Raden Pabelan juga nekat meluluhkan hati para isteri bangsawan. Sepandai-pandai tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Hal itu juga yang terjadi pada Pabelan. Sepandai-pandainya Pabelan dalam menutup-nutupi perbuatannya, tetap saja kabar perbuatan tidak senonoh Pabelan sampai ke telinga Tumenggung Mayang. Tumenggung Mayang murka bukan kepalang. Dimaki-makinya Raden Pabelan oleh Tumenggung Mayang. Makian dari Tumenggung Mayang ini sampai pada suatu ucapan. "Jika kau benar-benar merasa lelananging jagad, penakluk wanita paling hebat di seluruh Pulau Jawa, aku tantang kau untuk meluluhkan hati Sekar Kedhaton Pajang putri Sultan Hadiwijaya. Jika kau berhasil, kuakui kau sebagai lelananging jagad penakluk wanita paling hebat di tanah Jawa."
Sebenarnya Tumenggung Mayang berkata seperti itu dengan maksud 'nglulu' dalam istilah Jawa, berharap Raden Pabelan akan berhenti melakukan perbuatan memalukan seperti itu.
Tapi ternyata ucapan Tumenggung Mayang menjadi bumerang bagi Tumenggung Mayang sendiri. Bukannya berhenti atau berkurang, Raden Pabelan justru tertantang oleh ucapan ayahnya.
Raden Pabelan nekat mengendap-endap menyusup ke dalam taman kaputren Keraton Pajang. Mulanya Sekar Kedhaton kaget lantas ingin memanggil prajurit penjaga taman kaputren. Akan tetapi, Sekar Kedhaton ternyata juga luluh oleh rayuan dan ketampanan Raden Pabelan. Sekar Kedhaton mempersilahkan Raden Pabelan bersembunyi di dalam bilik kaputren. Setiap hari Sekar Kedhaton bermesraan dengan Raden Pabelan. Tetapi sedalam-dalamnya bangkai dikubur, tetap saja baunya akan menyengat pada waktunya. Mulanya ada emban yang curiga, emban itu cerita pada temannya, temannya cerita pada prajurit, sampai akhirnya jadi buah bibir di kalangan prajurit penjaga taman kaputren. Kabar itu pun sampai pada Mas Pramancanagara, lurah prajurit Keraton Pajang. Mas Pramancanagara dengan beberapa prajurit mendobrak masuk ke bilik taman kaputren. Dan benar saja, Raden Pabelan kepergok sedang bermesraan dengan Sekar Kedhaton. Raden Pabelan diseret keluar dan langsung dieksekusi mati oleh karena kelancangannya. Mayat Raden Pabelan dihanyutkan di sungai.
Mengetahui kabar kekurangajaran Raden Pabelan, Sultan Hadiwijaya murka. Tumenggung Mayang dipanggil ke istana. Sultan Hadiwijaya benar-benar marah kepada Tumenggung Mayang atas kelancangan putranya. Sultan Hadiwijaya memutuskan Tumenggung Mayang dicopot dari jabatan tumenggung, dan akan dipenjara di Semarang.
No comments:
Post a Comment